Sabtu, 31 Desember 2016

Ranisa dan Setya

Setelah acara “nonton dan jalan-jalan” Ranisa dan Setya, mereka masih berhubungan lewat chat. Seminggu sekali juga mereka pergi bersama. Untuk mengisi waktu luang dari pada sepi di rumah, alesannya Ranisa. Setya pun mau-mau aja diajak pergi, dia merasa sulit buat nolak ajakannya Ranisa. Tapi tetap saja walau pun mereka sering jalan bareng. Mereka tetep ga balikan. Prinsipnya Setya masih sama, agar Ranisa menemukan orang yang lebih baik dari pada dia.

Sekarang Ranisa dan Setya sudah mulai kuliah. Minggu-minggu awal kuliah mereka diospek di kampus masing-masing, banyak sekali tugas yang diberikan sehingga mengurangi waktu bertemu mereka. Tetapi mereka tak masalah, masih bisa chat atau sesekali telponan.

Minggu pertama kuliah efektif berjalan, jam pertama dosen tidak masuk. Jadi mereka menggunakan jam tersebut untuk perkenalan diri. Satu per satu teman-temannya memperkenalkan diri, ada yang semangat, ada yang datar, ada yang ngelawak, samapi ada yang namanya....

“Perkenalkan nama saya Setya Nugraha Saputra, bisa dipanggil Setya dari SMAN 200 Jakarta.” Ranisa kaget ada yang namanya Setya. Tenang Ran, nama Setya kan pasaran, jadi wajar aja ada yang namanya sama. Lagi pula itu Cuma nama panggilan kok yang sama. Batin Ranisa. Dia mencoba menenangkan dirinya sendiri karena dia jadi teringat Setya miliknya, yang dulu miliknya.

Ranisa memandangi Setya samapi dia duduk kembali di kursinya, ternyata dia duduk di belakang Ranisa.

“Oy Ran, maju sana perkenalan.” Colek Ivana yang duduk di sebelahnya Ranisa. Mereka sudah sempat berkenalan sebelum kelas dimulai.

“Oh udah aku ya?” ranisa tersadar dari lamunannya. Ivana mengangguk. Ranisa bangkit dari kursinya dan memperkenalkan diri.

“Saya Ranisa Putri Salsabila, panggil aja Ranisa. Saya dari SMA Nusa Bangsa.” Ranisa mengakhiri perkenalannya dengan tersenyum. Dia kembali menuju kursinya, dan tanpa sengaja dia terus memandangi Setya yang duduk persis dibelakangnya, tiba-tiba dia... “aduh”

“Eh Ranisa gapapa?” ucap Saskia, dia membantu Ranisa berdiri.

“Iya gapapa kok, maaf ya aku jadi nyenggol kursi kamu, Sas.”

“makanya jangan bengong mulu, Ran. Kan jadi jatoh.” Kata ivana sambil tersenyum. Dia menolong Ranisa berdiri setelah itu dia maju ke depan, karena giliran dia maju memperkenalkan diri.

“Iyaa iyaa maaf yaaa.” Ucap Ranisa menyesal. Dia langsung menuju kursinya. Duduk dengan muka merah saking malunya.

Setelah perkenalan selesai mereka memilih ketua kelas, karena laki-laki di kelas hanya tujuh orang, ke tujuh-tuhuhnya maju sebagai calon. Setelah melalui voting, ketua yang terpilih adalah Setya. Lalu ada pemilihan bendahara kelas. Karena Setya yang menjadi ketua, entah kenapa Ranisa otomatis mengajukan diri untuk menjadi bendahara.

“Ada yang mau lagi ga jadi bendaharan selain Ranisa? Biar divoting sekalian.” Ujar Setya. Setelah ditunggu dua menit tidak ada yang mengajukan diri.

“Udah Set Ranisa aja gapapa bendaharanya.” Ujar Linda

“yaudah bendahara Ranisa ya. Uang kas perbulan 5ribu aja. Nanti gua tanyain di angkatan ada iuran juga ga.” Tiba-tiba Ranisa sadar, aduh kok gue ngajuin diri sih, kan jadi bendahara ribet. Ah yaudahlah jalanin aja dulu.

“Okee, nanti aku bikin bukunya. Jangan lupa bawa uang ya besoook.” Teriak Ranisa dari kursinya.

Setelah pemilihan bendahara dan ketua kelas mereka mengadakan pemilihan penanggung jawab setiap mata kuliah. Lalu mereka sibuk mencari nomer dosen untuk dihubungi. Ada sebagian yang menulis nama di buku absen tiap mata kuliah. Sisanya bercanda atau bermain hp.

Karena Ranisa bukan penanggung jawab kelas, dia Cuma bengong. Memikirkan Setya. Dia kaget ternyata di sini juga ada Setya. Mungkin karena dia sudah selesai dengan Setya tapi masih menginginkan Setya, dan ketika ada Setya yang baru dia jadi kepikiran. Dia juga bingung dengan perasaannya. Dia hanya jadi deg-degan ketika dekat dengan Setya. Untunglah Setya sekarang sedang ngobrol di belakang dengan anak-anak cowok yang lain.

Setelah jam pertama usai, ternyata dosen yang jam kedua pun belum bisa mengisi kelas. Akhirnya mereka pulang. Ranisa naik Transjakarta tujuannya setelah menunggu 10 menit. Padahal ini sudah jam 10, tapi kok masih rame ya nih tj. Batin Ranisa. Dua pintu yang terbuka, tapi dia masuk lewat pintu tengah. Karena dia merasa lebih aman kalau duduk di bagian khusus wanita. Kalo jalan ama Setya sih gapapa berdiri dimana aja.

Dia berdiri sambil memegang pegangan dari tiang. Tubuhnya tidak terlalu tinggi, jadi dia cepat pegal kalau memegang pegangan di atas. Tubuhnya menghadap belakang bis. Dia kesulitan bergerak, jadi dia pasrah saja posisi seperti itu. Tiba-tiba dia melihat di bis belakang. Itu kan Setya, dia naik tj jurusan ini juga?ah mau panggil, tapi ga enak teriak-teriak di bis. Terus kalau dia ga lihat, kan makin malu. Yaudah deh diemin aja.

Akhirnya dia tidak jadi menyapa Setya. Beberapa halte di depan dia dapat duduk, jadi dia sudah tidak dapat melihat Setya lagi. Saat dia akan turun dia sudah tidak melihat Setya. Ah mungkin Setya udah turun duluan. Setelah turun dari bisa, dia tidak langsung keluar halte. Dia duduk sebentar untuk mengecek hpnya, sekalian mengabari ayahnya kalau dia sudah sampai halte. Kata ayahnya kalau ada apa-apa jadi ayah tau.


Tiba-tiba dia kepikiran lagi, tadi Setya turun dimana ya?


Ranisa dan Setya -bersambung-
Day 23
#30DWC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar