“Aku
seneng kamu sempetin dateng buat ketemu aku,” kataku sambil tersenyum
kepadanya. Aku merindukan dia.
“no
problem. Aku kebetulan lagi ada urusan di kota ini pas kamu ajak ketemuan. Gimana
kabar kamu?” dia masih pake aku-kamu buat manggil aku. Aku kaget, tapi, boleh ga aku berharap?
“Aku
baik,” jawabku. Aku sebenernya sakit. Aku menyesal. Bisa ga kita balik lagi? “Keluarga
kamu gimana kabarnya? Opa sehat?”
“semuanya
sehat. Opa juga. Kadang-kadang dia suka nanyain kamu.” Jawab dia sambil
menghirup teh panasnya. “kamu kapan-kapan main aja, ga apa-apa kok. Keluarga aku
kan juga udah hafal sama kamu. Tengokin opa.”
“Pengen
sih, tapi ga enak aja. Suka bingung aku mau ngepain di sana kalo udah selesai
ketemu opa.”
“yaudah,
pulang aja.” Kata dia sambil nyengir.
“yeeee,
masa pulang gitu aja. Nanti ajalah kapan-kapan kalo kamu ngajakin aku, aku baru
mau deh.” Kalo sekarang kamu ngajakin aku
juga mau! “Kamu dingin-dingin begini masih suka minum teh panas yah.”
“kamu
minumnya Latte terus.”
“yah
kalo aku kan emang suka dari dulu. Kalo kamu kan sukanya gara-gara kita suka
dingin-dinginan ke Bogor, terus aku bikinin teh. Aku kira kamu udah ga suka teh
lagi.”
Dia
tersenyum, sambil tetap memegang cangkir tehnya. “kebiasaan” jawab dia. Bolehkah
aku bahagia? Dia kebiasaan minum teh karena aku! “kamu masih inget aja hal-hal
sepele kaya gitu. Minum kopi jangan sering-sering. Kasihan ginjal kamu.”
“inget
lah. Bagiku kan itu hal penting.” Aku keceplosan! Harusnya kan ga usah bilang! Dia
kelihatannya kaget banget kaya gitu.. “kok kamu kaget?”
“ga
apa-apa. Cuma ga nyangka aja. Kamu kan dulu orangnya cuek. Sampe-sampe aku juga
jarang diperhatiin.” Jawab dia sambil tersenyum getir, aku merasa bersalah.
“Aku
ga tau dulu. Aku Cuma rasanya pengen bebas aja. Karena kan kamu tau sendiri. Aku
sebelumnya belum pernah pacaran.” Kataku sambil menunduk. Aku gemetar. Bukan karena
kedinginan. Tapi karena rasanya aku mau nangis.
“dan
sekarang kamu udah bebas kan? Aku suka lihat di instagram kamu sama temen-temen
kamu suka jalan-jalan lagi. Aku seneng kamu seneng.” Kata dia sambil tersenyum
ke arahku.
Aku
menyesap kopiku, tidak menimpali jawabannya dia. Aku terdiam beberapa saat. Bayangan
saat dulu dia sabar menunggu aku yang selalu pergi ke mana-mana
melayang-layang. “tapi bebas ga enak yah. Aku baru tau bebas itu rasanya sepi.”
Jawabku, itu yang aku rasakan sekarang.
“Bukannya
itu yang kamu mau, bebas?” dia menatku serius, bersender ke kursinya dan menyilangkan
tangan.
“Di
sini dingin ya. Sama kaya waktu itu. Semenjak saat itu kita selalu suka tempat
yang dingin-dingin.” Aku mengalihkan pembicaraan, aku ga kuat dengan topik
pembicaraan tentang kebebasan itu. “kamu sekarang sibuk banget ya, sampe susah
banget diajak ketemuan. Ini udah beberapa bulan ya dari kita janjian ketemu.”
“iya,
namanya juga dokter baru. Aku ga enak kalo ninggalin di sana gitu aja. Ini aja
karena aku ada urusan di rumah sakit daerah sini. Jadi kita bisa ketemu.”
“hmm,
pantesan kamu bajunya rapih banget. Ternyata abis dari rs.” Kataku sambil
manggut-manggut.
“iya.
Males aku ganti baju lagi.” Dia mencium-cium bajunya. “tapi ga bau kan?”
Aku
tertawa, ternyata gara-gara itu dia mencium bajunya? “bau!” kataku sambil
menutup hidung. “bau rumah sakit tapii.”
“kirain
aku beneran bau.” Dia mencubit hidungku dengan jarinya, “nih rasain anak bandel”
Aku
masih tertawa lepas, “awwww, sakiit.” Cubitannya keras banget, “udah dong nanti
aku mancung lagi” kataku sambil berusaha melepaskan tangannya.
“biarin,
biar makin cakep.” Kata dia, walau pun akhirnya dia tetap melepaskan hidungku.
“Aku
udah cakep tuh.”
“kata
siapa?”
“Dulu
pernah ada yang bilang aku tetap paling cakep walau pun mancungnya ke dalem.” Aku
ingat. Dulu dia selalu memuji aku cantik setiap saat. Apalagi ketik aku mulai
tidak percaya diri.
Dia
hanya membalas perkataan ku dengan senyumannya. Kami terdiam.
“Oiya,
bunga yang waktu itu kamu kasih, masih inget kan? Mereka udah ga layu. Aku stek
mereka di halaman depan dan mereka tumbuh. Sekarang juga lagi berbunga. Kapan-kapan
kamu harus lihat.” Aku mencari topik baru. Sulit untuk mencari topik dengannya
selain kenangan masa lalu.
“bagus
dong. Aku kira kamu ga peduli sama bunga-bunga itu.” Awalnya aku emang ga peduli, tapi ga lama setelah kejadian itu kita
pisah, aku ga bisa buat ga peduli.
“ga
mungkin aku ga peduli.” Jawabku sambil menerawang. Aku mau menghindari tatapan
dia.
“aku
baru sadar, kok kamu sekarang kurusan ya?” iya,
aku kepikiran kamu terus. Gimana aku bisa makan dengan tenang kalo aku selalu
dihantui rasa bersalah?
“masa
sih? Perasaan kamu doang kali.” Yaah, berat badan aku emang turun tujuh kilo
gara-gara aku hilang nafsu makan.
“Iya,
serius deh. Karena aku, kamu jadi ga nafsu makan ya?” tanya dia dengan muka
khawatir, aku Cuma tersenyum kepadanya, lalu memalingkan muka lagi. Aku ga kuat
menatap mukanya terlalu lama. Pertahananku bisa hancur.
“Kok
kamu tahu?” jawabku asal.
“kamu
jangan begitu. Jaga kesehatan kamu, ini tubuh kamu. Gimana kamu bisa travelling
kalo kamu nanti sakit.” Kenapa kamu masih perhatian sama aku? Aku ga kuat kalo
kamu terlalu baik.
“Maafin
aku pernah jahat sama kamu. Maafin aku dulu aku ga pernah bersyukur ada kamu. Maafin
aku aku terlalu egois. Maafin aku dulu pernah minta kita buat pisah.” Aku menunduk,
menangis. Ternyata aku memang ga kuat. Setelah tiga bulan, bulan september, aku
dan dia pisah. Aku kesepian. Dan aku sangat menyesal.
“aku
jadi inget, bulan september sebelum kita jadian. Kamu tiba-tiba dateng ke aku,
terus cerita kalo kucing kamu kecelakaan. Dan kamu nangis sampe sesenggukan.” Kata
dia sambil mengelus punggungku. Aku tetap ga kuat menatapnya.
“dan
September 3 tahun kemudian, aku nangis lagi. Tapi bukannya samperin kamu, aku
nangis karena ternyata aku ga bisa tanpa kamu. Kamu udah pergi, dan aku ga
berani untuk ganggu kamu.” Aku diam, mencoba mengolah kata dengan baik, apa
saya yang ingin aku sampaikan kepadanya.”ga lama aku hubungin kamu, tapi
ternyata kamu sibuk. Aku pikir segitu gamaunya kamu ketemu aku. Aku emang jahat
banget ya. Ada yang setia nungguin aku, tapi aku malah sia-siain. Aku inget
dulu setiap kali aku pergi, kamu selalu nungguin aku, atau kamu selalu jagain
kamu, tapi aku malah merasa kamu pengganggu. Aku inget bulan Agustus kemarin
pas aku ulang tahun. Kamu kasih aku buket mawar yang besaaar banget, padahal
pas awal agustus, kamu ulang tahun, aku ga ucapin apa-apa karena aku ngambek
sama kamu. Tapi kamu tetap kasih aku hadiah. Ga pernah ada yang kasih aku kaya
gitu sebelumnya. Tapi karena aku lagi jenuh sama kamu, mawar itu aku taro gitu
aja, sampai layu. Pas kamu lihat mawar itu layu, dan kamu mulai marah sama aku.
Aku baru sadar aku bener-bener keterlaluan.” Aku ga kuat, aku nangis
sesenggukan sambil coba atur nafas aku dan lanjutin cerita. Dia masih setia
dengerin cerita aku. “habis itu kamu pergi. Aku ngerti, pasti kamu ga tahan
sama aku. Aku mau tahan kamu. Tapi aku ngerasa kalo aku berhak. Yang bisa aku
lakuuin Cuma menghukun diri aku sendiri.”
“kamu
ngepain?” tanya dia khawatir
“aku
ga ngepa-ngepain. Cuma kehilangan nafsu makan dan rasa ngantuk aku. Aku jarang
banget makan dan sedikit tidur.”
“kamu
ga boleh gitu. Kamu harus jaga diri kamu sendiri.” Aku Cuma mengagguk.
“aku
kangen kamu, kangen senyum manis kamu, bikin aku tenang, hal yang paling aku
sukain. Aku kangen gimana kamu selalu menghibur aku kalau sedih.” Dan aku sekarang pengen kamu hibur aku, aku
mau kamu peluk aku dan tenangin aku. “mungkin ini Cuma keinginan aku, atau Cuma
mimpi aku. Tapi jika kita bisa mulai lagi, aku janji aku akan mencintai kamu
dengan benar. Ini bulan Desember, dan bisa kah kita bulan ini seperti Desember 3
tahun lalu, saat kita jadian. Di saat kita mulai semuanya? Bisa ga kita?”
Aku
mencoba untuk tegar, menghapus air mataku dan mengatur nafasku, agar suara
sesenggukanku tidak terlalu jelas. Aku menatap matanya dia dengan muka memelas.
Aku masih
menginginkannya.
“Kamu
memang hal terbaik yang pernah aku punya. Aku memang sayang banget sama kamu. Tapi
maaf, aku belum bisa untuk kita kembali.”
Aku
tersenyum. Aku sudah menduga, pasti itu jawaban yang dia berikan. “Iya aku udah
menduga jawaban kamu. Aku minta maaf untuk semuanya. Aku Cuma berharap, aku
bisa kembali ke Desember. Di mana semuanya dimulai. Dan aku berharap Desember
itu akan kembali lagi padaku. Walau pun itu hanya keinganan ku. Aku minta maaf
atas keegoisanku. Semoga Desember yang selalu ku impikan bisa tiba.
Dia
tersenyum, “Impikan saja, siapa tau
Desember itu bisa kau miliki.”
-Back
to December- selesai
Day
8
#30DWC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar