Selasa, 20 Desember 2016

Bukan Saudara


Hidup dengan keluarga yang seperti puzzle tidaklah mudah. Kau tau, beberapa orang tua, dan banyak saudara. Jujur jika aku boleh memilih, aku tidak menginginkannya, aku hanya ingin papiku, mamiku, dan saudara-saudara kandungku. Tapi inilah aku, tidak bisa memilih, hanya bisa pasrah pada keadaan. Kita tidak bisa menetukan keluarga mana yang akan kita tempati, hanya menerima ketentuan Tuhan, dan menjalaninya. Tapi mengapa aku belum bisa menerima semua ini?

****

Aku merapikan perlengkapan kuliahku, sambil menunggu adik kandungku, Maria, karena aku dan dia akan berangkat bersama. Aku tinggal bersama ayah tiriku dan mamiku, beserta 1 adik kandung dan 1 adik tiri. Huft, rasanya aku ingin pergi saja ikut dengan salah satu kakakku.

“Andi, bangun! Bangun ayo sekolah! Ini sudah jam 6!” pusing rasanya mendengar mamiku berteriak dari 15 menit yang lalu, tapi yang disebut juga tidak ada suaranya sama sekali,

“Andi!”

“apasih Bu! Andi gamau sekolah ah, takut ada pelajaran matematika”

“apa-apaan kamu ngomong kaya gitu, mana ada anak sekolah yang kaya gitu. Ga mau sekolah karena takut pelajaran!”

Lagi-lagi ini terjadi lagi hampir setiap hari aku mendengar ini. Rumahku bukan rumah yang besar. Hanya rumah 5 petak sehingga suara pelan pun dapat terdengar dari tiap ruangan. Hampir setiap hari Andi, adik tiriku meminta bolos sekolah. Aku tak tahu apa yang dipikirkan olehnya. Hey, dia masih kelas 5 SD!

Aku tak tahan, hari ini aku sangat malas meladeninya. Biarkan sajalah mami yang urus dia. Toh itu anaknya.

“Maria udah belum? Kaka tunggu di depan, jangan lama-lama ya. Mi Adel jalan ya.”

“Adel udah makan?” tanya Mami

Belum, tapi Adel bawa bekel”

“hati-hati ya”

****

Jam 8 malam lebih sedikit aku sampai rumah, lebih enak di kampus menghabiskan waktu di perpustakaan dibandingkan di sini dan aku mendengar suara si anak menyebalkan itu. Untungnya dia belum pulang. Baguslah aku tidak perlu mendengar suara dia.

“mami aku pulang.”

“kok pulangnya malem banget Del?”

“iya tadi aku selesaikan tugas dulu sama temen-temen di kampus.”

“Maria tadi pergi lagi sama temennya dia bilang ngerjain tugas kelompok”

“biarin aja dia mi, sebelum jam 10 juga udah di rumah kok.”

“yaudah sana mandi. Abis itu makan ya.”

“siap laksanakan nyonya!” aku masuk ke kamarku, rebahan sebentar untuk melemaskan otot-ototku. Ah makan dulu ah baru mandi, lapar. Baru saja aku akan menyuap makanan tiba-tiba suara yang paling aku benci terdengar.

“ibu Andi pulang. Ibu minta uang dong 2 ribu Andi mau jajan.”

“buat apa si Ndi? Dari tadi 2 ribu terus.”

“ada tukang sate kecil. Andi mau beli.”

“Ibu ga ada uang, bapak kan juga lagi pulang kampong. Makan aja ya sayang makanan yang ada.”

“ga mau Andi mau sate!”

Akh nyebelin banget tuh anak! Padahal kan mami udah bilang kalau dia ga punya uang. Ngerengek terus dah bikin jadi ga nafsu makan. Padahal kan makanan mami enak!

Sudah 5 menit berlalu dan Andi masih saja berteriak minta 2 ribu ke mami. Aku tak tahan lagi!

“Andika! Kamu apa-apaan sih. Denger sendiri kan ibu tuh ga punya uang! Makan tuh yang ada jangan cari yang ga ada. Pusing teteh denger kamu teriak-teriak begitu!”

“Orang Andi cuma minta 2 ribu ke ibu buat beli sate,” dia membalas omonganku, dasar ga sopan

“udah berapa 2 ribu yang kamu minta hari ini ke ibu. Udah malem mendingan kamu di rumah, ngerjain pr, terus tidur!

“Ga mau! Andi besok ga ada pr!”

“Alah alesan aja kamu! Belajar aja kan bisa!”

“GA MAU” dia kabur keluar rumah, aku kejar dia. Ketangkep! Aku tarik bajunya aku seret ke dalem rumah “Diem kamu udah di rumah aja!”

“huhuhu bapak….” Dia nangis tersedu – sedu manggil bapaknya. Ah pura – pura itu mah, akting dia jelek! Kalo ada bapaknya di sini dia juga ga berani ngerengek – rengek begitu.

“ga guna kamu teriak-teriak nangisin bapak kamu. Ga ada bapak kamu di sini!” Aku emosi. Sangat emosi. Aku masuk ke kamarku, melanjutkan makanku dan memakai earphone dengan volume paling keras. Aish. Bisa gila lama-lama aku begini. Selesai makan aku siap-siap mandi. Ku lepaskan earphoneku. Andi masih sesenggukan dan aku dengar mami menenangkan dan menasehatinya. Mami…. Anak kaya gitu masih aja dimanja. Haruskan sekali-kali dikerasin. Mami ga tau apa segimana sakitnya aku denger dia teriak-teriakin mami kaya gitu. Apa mami ga merasa sakit hati?

Ku selesaikan mandiku dan membaca buku sebelum tidur. Masih jam 9 lebih dikit. Maria belum pulang juga. Yah aku kalo bisa juga lebih baik lama-lama di kampus daripada di rumah bikin stress.

“Del..”

“iya mi?”  mami masuk ke kamarku ternyata

“Adel, mami minta tolong ya sama Adel jangan terlalu kasar sama Andi. Dia kan baru 10 tahun. Mami sama bapak kan jarang di rumah, makanya dia jadi agak kasar,”

“Mi, itu bukan agak kasar lagi. Itu udah kasar banget. Waktu aku 10 tahun aku udah bisa semuanya sendiri. Aku belajar tanpa disuruh, beresin buku ku sendiri, bahkan uang jajanku ga sampai 5 ribu. Aku ga pernah bentak-bentak teteh untuk minta uang jajan lebih. Karena aku tahu itu uang yang teteh punya buat aku. Aku kan juga ga parnah nyalahin mami karena mami dulu ga ada buat aku. Kenapa sih Mami ngebelain Andi terus? Kalo mami emang maunya Andi dimanja terus yaudah jangan pernah ajak aku untuk berpartisipasi buat jagain Andi, kalo mami maunya gitu, aku bahkan ga mau sekedar nyapa dia. Mami aja yang urus dia sendiri.”

“kok kamu ngomongnya gitu? Dia kan juga adik kamu.”


“Dia punya Mami, dia punya bapak. Bapaknya selalu kasih uang. Apalagi mi yang kurang? Bagiku itu sesuatu yang sangat mewah. Pas aku sama Maria lebih kecil dari dia, papi sama mami pergi. Ngebiarin kita diasuh sama tante yang mami tau dia kejam. Dia punya segalanya, tapi masih ga berterima kasih. Gimana aku bisa tenang lihat yang kaya gitu, Mi?” mami terdiam, mungkin aku bicara agak kasar. Tapi emang itu yang aku rasakan. Sakit rasanya. Sakit banget. Aku lelah, lebih baik aku tidur aja. Dari pada kambuh lagi self harm ku. “Adel tidur ya Mi. Mami kalau udah selesai tolong matiin lampu ya.” Mamiku Cuma terdiam di tempatnya duduk tadi.

"Lagi pula, Mi. dia Bukan Saudara aku. aku cuma punya 3 kakak perempuan dan 1 adik perempuan."

-Bukan Saudara-
Day 17
#30DWC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar