Alien
Begitulah
teman-teman menyebut diriku.
Padahal
aku hanya seorang polidaktili.
Polidaktili
adalah keadaan di mana sesorang memiliki jumlah jari lebih dari normal. Dan
jariku hanya bertambah satu. Di ibu jari sebelah kiriku. Itu ga termasuk cacat kan?
Aku
memiliki jari bercabang semenjak aku di dalam kandungan ibu. Saat aku
dilahirkan, orang tuaku ingin memotongnya agar jari-jariku terlihat “normal”.
Tapi ternyata saraf antara dua ibu jariku ini menyatu, sehingga apabila
diputus, maka ibu jariku yang yang ada akan mati. Sehingga orang tuaku tidak
jadi mengoperasi jariku.
Teman-temanku
baik-baik saja. Mereka tidak pernah mengata-ngatai aku dari awal sekolah sampai
kelas 3. Panggilan baruku dimulai saat wali kelasku mengatakan bahwa aku akan
berulang tahun besok. Aku ga tau siapa yang mulai dan bagaimana dimulainya,
tiba-tiba ada yang berteriak. “WOOOI, BESOK HARI ALIEN TURUN KE BUMI, BESOK
HARI ALIEN TURUN KE BUMI.”
Lalu
tiba-tiba ada yang nambahin, “pantesan aja besok supermoon, ternyata alien
bentar lagi nambah pasukannya di bumi.”
Aku
hanya terdiam, teman-temanku berteriak.
Aku
tersenyum, mereka menunjuk-nunjuk padaku.
Tak
apa lah. Mereka hanya bercanda. Itu pikirku saat itu. Karena aku tau aku tidak
memiliki masalah dengan mereka. Aku malah bahagia, ternyata mereka ingat
padaku. Sekali-sekali saat ulang tahun ku ramai.
****
Saat
tiba di rumah, ternyata di semua grup yang ada di sekolahku mengatak bahwa
besok adalah hari alien. Apa-apaan sih maunya teman-teman sekelasku, aku kan
punya nama! Lagi pula aku ini manusia, kenapa juga mereka harus
mendeklarasikannya ke seluruh sekolah bahwa besok hari alien. Hei, besok itu
hari ulang tahunku!
****
Entah
kenapa semenjak hari itu semua berubah.
Saat
ulang tahunku aku memang mendapat banyak sekali hadiah, sampai-sampai aku harus
pulang naik taksi untuk membawa semua hadiah-hadiahnya. Tapi tidak semua hadiah
itu indah. Ada yang berisi batu, buku tulis bekas, tempat makan kotor, sampai
tikus mainan yang seperti karet, dan teman—teman sekelasku tahu bahwa aku
bener-bener ga ska tikus!
Mungkin
mereka hanya bercanda, aku merapalkan kata-kata itu di hatiku. Aku yakin mereka hanya bercanda.
****
Namaku
berganti menjadi alien tepat setelah ulang tahunku yang ke tujuh belas. Semua
teman-temanku memanggilku alien sejak itu.
Aku
sakit hati, sangat sakit. Bukan karena ejekan mereka yang terus-terusan
memanggilku alien, tapi karena alesan mereka memamnggilku alien karena aku yang
memiliki jempol dua. Jempol dua ini bukan keinginanku. Kalau bisa, aku ga mau
dia melekat padaku.
Jempol
ini, mengingatkan aku pada ayah.
Ayahku
yang sampe sekarang tetap lebih memilih Mamaku yang lain untuk menemani
hidupnya. Kalau kata tante-tanteku. Penyebab jempolku dua ini karena ketika ibu
hamil diriku, ayah menikahi Mama, sehingga aku memiliki jempol dua, yang
berarti dua ibu.
Aku
tak suka jika ada yang mengingatkan aku pada ayah. Karena ayah belum pernah
kembali. Aku sudah memberitahukan mereka bahwa aku tidak suka jika mereka
memanggilku seperti itu. Tapi mereka tidak mau berhenti.
Aku
stress. Aku benci panggilan itu. Aku ga mau ingat ayah!
Nilaiku
turun, aku kurang tidur, kehilangan nafsu makan, aku menjadi benci sekolah.
“heh alien, lo makin lama makin kurus aja.
Jadi mirip kaya alien beneran,” kata temanku setelah UAS selesai.
“gara-gara
kalian sih manggil orang kaya manggil musuh. Aku kan punya nama, tapi
manggilnya malah alien.”
“yaelah
lo baper amat dah. Santai aja kali.” Kata dia. Tapi dia ga tau gimana remuknya
aku tiap saat dipanggil kaya gitu. Seakan-akan itu hal yang biasa.
****
“Nilainya
turun tuh sekarang,”
“bagus
deh, berarti selama ini rencana kita berhasil.”
“Tapii
gue kasian ngeliatnya, badannya keliatan banget makin kurus gitu.”
“biarin
ajalah, siapa suruh dia nyaingin gue di kelas. Nilai bagusan dia, si Erik sampe
deketin dia.”
Aku
ga sengaja denger itu semua saat aku mau masuk kamar mandi. Aku ga nyangka
ternyata semua ini cuma rekayasa. Aku juga ga tau kalo selama ini cewek paling famous di angkatan aku ngiri sama aku.
Aku
ga pernah tertarik sama Erik, aku juga cuma belajar biar ibu sama kakak seneng
liat aku berhasil di sekolah. Aku ga pernah nyangka kalau ada yang bisa iri
sama aku, sedangkan aku iri sama mereka yang punya orang tua lengkap dan ibunya
ga perlu bekerja di luar.
Aku
rasa aku lemah. Hanya karena dikata-katain selama satu semester aku jadi kalah.
Aku tidak boleh baper, kalo yang mereka mau aku jatuh ke dalam jurang.
Untunglah aku masih bisa berpegangan di bibir jurang.
Ayah,
aku sayang ayah. Dan jempol dua ini bukan musibah, bukan pengingatku kalo ayah
pernah selingkuh. Jempol dua ini anugrah. Menandakan bahka aku punya seorang
ibu yang kuat, mandiri, yang dapat menghidupi anak-anaknya dengan hasil
keringatnya.
Aku
harus mengubah mindsetku. Aku ga mau
mereka menang lagi. Kali ini harus aku yang menang!
****
Aku
berdiri di atas panggung. Menerima sertifikat dan piala ku yang diberikan
kepala sekolah. Aku Menang.
Setelah
hari itu aku belajar dengan giat, mengejar semua ketinggalanku. Dan mematangkan
persiapanku untuk UN. Aku belajar dan belajar, berusaha menaikkan berat badanku
agar aku tidak terlihat kurus lagi.
Aku
naik ke podium untuk menyampaikan kesan dan pesanku. Aku deg-degan. Ini pertama
kalinya aku berbicara di depan orang sebanyak ini, “ Pertama-tama saya ingin
mengucaokan terimakasih kepada Tuhan yang telah memberikan saya kekuatan selama
17 tahun lebih saya hidup, terimakasih kepada ibu dan bapak guru yang telah
mengajarkan saya dan teman-teman walaupun kami susah di atur. Dan juga untuk
ibu, makasih ibu sudah menjadi sinar dihatiku, yang selalu sabar menerrima
ujian yang diberikan Tuhan untuk ibu.
Terimakasih ibu sudah mengajarkan aku apa arti tabah dan sabar. Semoga
ayah bisa dateng lagi kapan-kapan. Atau melihat aku berdiri di sini. Makasih
juga buat temen-temenku yang kasih aku julukan alien, aku sebenernya ga suka. Tapi
aku belajar belajar untuk melawan rasa ga suka
aku dan berhasil melampaui batasku. Makasih buat semuanya.”
Aku
mendengar suara-suara tepuk tangan. Tapi aku hanya ingin cepat-cepat turun dari
panggung. Aku ga kuat jadi pusat perhatian.
Tapi
saat aku berbalik, di dekat tangga aku melihat ayahku. Aku sampai bengong. Ga percaya
kalau itu ayah!
Aku
berlari menghampiri ayahku. Aku ga peduli sama kebaya yang bikin jadi susah
jalan gini. Itu ayah!!! Aku peluk ayah, aku menangis.
“ayah,
aku kangen. Maafin aku kalau aku punya salah sama ayah.” aku merasakan ayah membalas
pelukanku, dan aku mendengar suara tepuk tangan semakin keras.
Aku
Bukan Alien – Selesai
Day
5
#30DWC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar