Rabu, 07 Desember 2016

Aku Bukan Alien


Alien

Begitulah teman-teman menyebut diriku.

Padahal aku hanya seorang polidaktili.

Polidaktili adalah keadaan di mana sesorang memiliki jumlah jari lebih dari normal. Dan jariku hanya bertambah satu. Di ibu jari sebelah kiriku. Itu ga termasuk cacat kan?

Aku memiliki jari bercabang semenjak aku di dalam kandungan ibu. Saat aku dilahirkan, orang tuaku ingin memotongnya agar jari-jariku terlihat “normal”. Tapi ternyata saraf antara dua ibu jariku ini menyatu, sehingga apabila diputus, maka ibu jariku yang yang ada akan mati. Sehingga orang tuaku tidak jadi mengoperasi jariku.

Teman-temanku baik-baik saja. Mereka tidak pernah mengata-ngatai aku dari awal sekolah sampai kelas 3. Panggilan baruku dimulai saat wali kelasku mengatakan bahwa aku akan berulang tahun besok. Aku ga tau siapa yang mulai dan bagaimana dimulainya, tiba-tiba ada yang berteriak. “WOOOI, BESOK HARI ALIEN TURUN KE BUMI, BESOK HARI ALIEN TURUN KE BUMI.”
Lalu tiba-tiba ada yang nambahin, “pantesan aja besok supermoon, ternyata alien bentar lagi nambah pasukannya di bumi.”

Aku hanya terdiam, teman-temanku berteriak.

Aku tersenyum, mereka menunjuk-nunjuk padaku.

Tak apa lah. Mereka hanya bercanda. Itu pikirku saat itu. Karena aku tau aku tidak memiliki masalah dengan mereka. Aku malah bahagia, ternyata mereka ingat padaku. Sekali-sekali saat ulang tahun ku ramai.

****

Saat tiba di rumah, ternyata di semua grup yang ada di sekolahku mengatak bahwa besok adalah hari alien. Apa-apaan sih maunya teman-teman sekelasku, aku kan punya nama! Lagi pula aku ini manusia, kenapa juga mereka harus mendeklarasikannya ke seluruh sekolah bahwa besok hari alien. Hei, besok itu hari ulang tahunku!

 ****

Entah kenapa semenjak hari itu semua berubah.

Saat ulang tahunku aku memang mendapat banyak sekali hadiah, sampai-sampai aku harus pulang naik taksi untuk membawa semua hadiah-hadiahnya. Tapi tidak semua hadiah itu indah. Ada yang berisi batu, buku tulis bekas, tempat makan kotor, sampai tikus mainan yang seperti karet, dan teman—teman sekelasku tahu bahwa aku bener-bener ga ska tikus!

Mungkin mereka hanya bercanda, aku merapalkan kata-kata itu di hatiku. Aku yakin mereka hanya bercanda.

****

Namaku berganti menjadi alien tepat setelah ulang tahunku yang ke tujuh belas. Semua teman-temanku memanggilku alien sejak itu.

Aku sakit hati, sangat sakit. Bukan karena ejekan mereka yang terus-terusan memanggilku alien, tapi karena alesan mereka memamnggilku alien karena aku yang memiliki jempol dua. Jempol dua ini bukan keinginanku. Kalau bisa, aku ga mau dia melekat padaku.

Jempol ini, mengingatkan aku pada ayah.

Ayahku yang sampe sekarang tetap lebih memilih Mamaku yang lain untuk menemani hidupnya. Kalau kata tante-tanteku. Penyebab jempolku dua ini karena ketika ibu hamil diriku, ayah menikahi Mama, sehingga aku memiliki jempol dua, yang berarti dua ibu.

Aku tak suka jika ada yang mengingatkan aku pada ayah. Karena ayah belum pernah kembali. Aku sudah memberitahukan mereka bahwa aku tidak suka jika mereka memanggilku seperti itu. Tapi mereka tidak mau berhenti.

Aku stress. Aku benci panggilan itu. Aku ga mau ingat ayah!

Nilaiku turun, aku kurang tidur, kehilangan nafsu makan, aku menjadi benci sekolah.

“heh alien, lo makin lama makin kurus aja. Jadi mirip kaya alien beneran,” kata temanku setelah UAS selesai.

“gara-gara kalian sih manggil orang kaya manggil musuh. Aku kan punya nama, tapi manggilnya malah alien.”

“yaelah lo baper amat dah. Santai aja kali.” Kata dia. Tapi dia ga tau gimana remuknya aku tiap saat dipanggil kaya gitu. Seakan-akan itu hal yang biasa.

****

“Nilainya turun tuh sekarang,”

“bagus deh, berarti selama ini rencana kita berhasil.”

“Tapii gue kasian ngeliatnya, badannya keliatan banget makin kurus gitu.”

“biarin ajalah, siapa suruh dia nyaingin gue di kelas. Nilai bagusan dia, si Erik sampe deketin dia.”

Aku ga sengaja denger itu semua saat aku mau masuk kamar mandi. Aku ga nyangka ternyata semua ini cuma rekayasa. Aku juga ga tau kalo selama ini cewek paling famous di angkatan aku ngiri sama aku.

Aku ga pernah tertarik sama Erik, aku juga cuma belajar biar ibu sama kakak seneng liat aku berhasil di sekolah. Aku ga pernah nyangka kalau ada yang bisa iri sama aku, sedangkan aku iri sama mereka yang punya orang tua lengkap dan ibunya ga perlu bekerja di luar.

Aku rasa aku lemah. Hanya karena dikata-katain selama satu semester aku jadi kalah. Aku tidak boleh baper, kalo yang mereka mau aku jatuh ke dalam jurang. Untunglah aku masih bisa berpegangan di bibir jurang.

Ayah, aku sayang ayah. Dan jempol dua ini bukan musibah, bukan pengingatku kalo ayah pernah selingkuh. Jempol dua ini anugrah. Menandakan bahka aku punya seorang ibu yang kuat, mandiri, yang dapat menghidupi anak-anaknya dengan hasil keringatnya.

Aku harus mengubah mindsetku. Aku ga mau mereka menang lagi. Kali ini harus aku yang menang!

****

Aku berdiri di atas panggung. Menerima sertifikat dan piala ku yang diberikan kepala sekolah.  Aku Menang.

Setelah hari itu aku belajar dengan giat, mengejar semua ketinggalanku. Dan mematangkan persiapanku untuk UN. Aku belajar dan belajar, berusaha menaikkan berat badanku agar aku tidak terlihat kurus lagi.

Aku naik ke podium untuk menyampaikan kesan dan pesanku. Aku deg-degan. Ini pertama kalinya aku berbicara di depan orang sebanyak ini, “ Pertama-tama saya ingin mengucaokan terimakasih kepada Tuhan yang telah memberikan saya kekuatan selama 17 tahun lebih saya hidup, terimakasih kepada ibu dan bapak guru yang telah mengajarkan saya dan teman-teman walaupun kami susah di atur. Dan juga untuk ibu, makasih ibu sudah menjadi sinar dihatiku, yang selalu sabar menerrima ujian yang diberikan Tuhan untuk ibu.  Terimakasih ibu sudah mengajarkan aku apa arti tabah dan sabar. Semoga ayah bisa dateng lagi kapan-kapan. Atau melihat aku berdiri di sini. Makasih juga buat temen-temenku yang kasih aku julukan alien, aku sebenernya ga suka. Tapi aku belajar belajar untuk melawan rasa ga suka  aku dan berhasil melampaui batasku. Makasih buat semuanya.”

Aku mendengar suara-suara tepuk tangan. Tapi aku hanya ingin cepat-cepat turun dari panggung. Aku ga kuat jadi pusat perhatian.

Tapi saat aku berbalik, di dekat tangga aku melihat ayahku. Aku sampai bengong. Ga percaya kalau itu ayah!

Aku berlari menghampiri ayahku. Aku ga peduli sama kebaya yang bikin jadi susah jalan gini. Itu ayah!!! Aku peluk ayah, aku menangis.

“ayah, aku kangen. Maafin aku kalau aku punya salah sama ayah.” aku merasakan ayah membalas pelukanku, dan aku mendengar suara tepuk tangan semakin keras.

Aku Bukan Alien – Selesai
Day 5

#30DWC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar