Sabtu, 31 Desember 2016

Ranisa dan Setya


Selama perjalanan pulang Ranisa dan Setya hanya diem-dieman. Ranisa sebenarnya agak risih diem aja. Karena dulu saat jalan dengan Setya naik motor atau mobil dia selalu cerita. Cerita apa saja, yang penting ada pembicaraan. Tapi Setya seperti membentuk tembok, ranisa mau ajak bicara juga ga enak.

Motor Setya memasuki gerbang perumahan. Satpam membuka portal dan mereka masuk, “rumah kamu yang mana Ran?”

“Lurus, belok kanan. Yang gerbangnya warna krem.” Setya mengikuti jalan yang ditunjuk Ranisa,  setelah melihat gerbang berwarna krem dia berhenti. “di sini?”

“iyaa.” Ranisa turun dan hendak membuka jaket.

“udah ga usah pegang aja dulu. Kamu fotocopy di mana? Nanti biar aku yang ambilin.”

“aku fotocopy sendiri di dalem.”

“sebanyak itu kamu fotocopy sendiri?”

“Iya. Emang kenapa?”

“gapapa, mau aku bantuin?”

“waaaah, boleh bangettt. Makasih ketua kelas! Makasih juga udah anterin aku sampe rumah. Oiya, Rumah kamu sebelah mana Set?”

“Masih 3 gang lagi dari sini”

“hooooo, lumayan”

“nanti mau fotocopy jam berapa?”

“sebentar lagi paling.”

“yaudah aku bantuin dari sekarang aja.”

“Boleh banget! Sebentar ya aku buka gerbang dulu” ranisa mengeluarkan kuncinya dan membuka gembok gerbang. Lalu dia membuka gerbang agar motor Setya bisa masuk. “Tolong tutup lagi ya gerbangnya, Set. Gausah digembok.” Ranisa membuka kunci rumah, lalu masuk ke dalam, “masuk aja, Set. Maaf sepi.”

“di rumah ga ada orang? Kok luar dalem dikunci?” tanya Setya bingung. Karena rumahnya kalau pagi sampai semua orang mau tidur ga pernah dikunci. Gerbang hanya ditutup biasa dan pintu rumah pun ga dikunci. Ibunya selalu ada di rumah.

“ada kok. Ada kamu, ada aku. Kita kan orang.” Jawab Ranisa sambil tersenyum.

Berarti emang ga ada orang, selama ini dia di rumah ini Cuma sendirian. Kasian juga ya. Setya menyimpulkan sendiri pemikirannya. “fotocopyannya di mana Ran?” dia tidak mau terlibat lebih jauh, jadi dia mengalihkan pembicaraan.

“ada di atas. Ayo ikut aja.”

“kamu ga takut bawa cowok ke rumah lagi sendirian?”

“Takut kenapa?” Ranisa bingung dengan pertanyaan Setya.

“Yaudahlah ayo ke atas aja..”

Rania jalan duluan ke atas, dan langsung ke ruang komputer di mana fotocopyannya berada. Dia mengajari Setya cara menggunakannya. “udah ngerti kan Set?”

“iya udah.” Jawab Setya sambil tetap mengerjakan

“aku ke kamar dulu ya mau ganti baju sekalian siapin makanan.”

Setya terdiam, ini anak sengaja atau emang polos ya? Dia ga takut gua apa-apain gitu? Setya membatin. “okee tinggalin aja dulu.”

“Setya mau minum apa?”

“terserah.”

“Sip.”

Ranisa menuju kamarnya. Menaruh tasnya dan mengambil hpnya. Dia bilang ke ayahnya kalau ada teman cowoknya yang datang untuk membantunya fotocopy. Dia tidak menunggu balasan ayahnya, hpnya langsung dia letakkan di meja belajar. Dia membuka lemari, mengambil baju terusan yang panjangnya sampai betis. Setelah itu dia ke bawah menuju dapur. Menyiapkan minuman dan makanan ringan untuknya dan Setya. Setelah itu dia kembali ke atas ke ruang komputer.

“Set, udah sampai mana?” Ranisa meletakkan nampan makan dan minuman. “itu diminum dulu aja. Maaf ya aku Cuma bikin sirup, kalau mau air putih ada kok itu galonnya.”

“Iya Ran makasih....” dia melihat Ranisa memakai baju rumahnya. Ranisa cantik pakai baju rumahan seperti ini, apalagi rambutnya digerai panjang. Biasanya dia diikat atau dikepang, kalau ke kampus pasti dia selalu modis, pikir Setya. Setya jadi gugup, di rumah berduaan doang dengan gadis polos kaya Ranisa. Selesaikan secepatnya abis itu langsung pulang! Ga boleh terlalu lama sama Ranisa di sini.

“Sini aku bantuin apa?” tawar Ranisa.

“kamu fotocopyin aja, biar aku yang streples.” Setya berdiri dari kursinya di dekat meja fotocopyan. Dia mengambil minumyang diletakkan dekat pintu.

“Minumnya duduk ya Set.”Ranisa menasehati karena Setya duduk sambil berdiri.

“Uhuk uhukk...” Setya keselak, rania langsung berdiri dan mengelus punggung Setya. Gerakan refleks kalau ada yang tersedak.

“Setya ga apa-apa?” tanya Ranisa setelah Setya ga batuk lagi, dia lalu mengambil air putih. “Ini air putih, minum dulu.” Setya mengambil minum tersebut dan menenggaknya sampai habis.

“Enggak apa-apa kok. Sori ya Ran.” Jawab Setya.

“makanya kalau minum duduk. Kan jadinya keselek tadi”

Setya hanya mengganguk, padahal dia keselek karena tadi mau ketawa Ranisa menasehatinya seperti menasehati anak kecil. Mungkin dia kualat sama Ranisa. Ranisa kembali lagi ke kursinya. Menggu mesin fotocopyan dan memberikan kertasnya ke Setya.

“Setya kamu udah kabarin orangtua kamu?”

“Udah kok.”

Ranisa mengangguk. Mereka kembali lagi fokus ke pekerjaan masing-masing. Ranisa sebenernya mau ajak dia ngomong. Tapi bingung mau ngomong apa.

Jam 7an pekerjaan mereka selesai semua. Sudah rapi tinggal besok dibawa.

“Set makan dulu ya sebentar, aku bikinin sphageti.” Nada Ranisa bukan seperti orang nawarin, tapi seperti memerintah. Setya tidak bisa menolak. Entahlah, dia rasa kasihan saja kalau menolak Ranisa. “Kamu suka kan?”

“Suka kok, rasa apa aja juga suka.”

“yaudah duduk dulu aja. Cuma sebentar kok. Ini aku ada stok spageti instan.” Ranisa sibuk memasak. 10menit kemudian spageti mereka jadi.

“Ini Set, dimakan yaa.” Rania meletakkan piring spagheti di depan Setya dan di depannya. Mereka berdua makan bersama. Setelah makan Setya pamit pulang.

“makasih ya Ran makanannya.”

“makasih juga ya ketua kelas bantuannya.” Ranisa tersenyum senang. Mungkin karena hari ini dia ada teman di rumah, jadi dia tidak sendirian. “Oiya jaket kamu masih di kamar akku, sebentar aku ambil dulu.”

“Ga usah Ran, besok aja kamu pake. Sekalian pake helm ya. Punya kan?”

“Iya punya kok.”

“Yaudah aku pamit ya. Besok aku dateng jam 7 kamu udah siap ya.”


“Oke ketuaa. Hati-hati di jalan.” Jawab Ranisa dengan bahagia.


Ranisa dan Setya -bersambung-
Day 26
#30DWC

Ranisa dan Setya


“Ranisaaa, ini tolong fotokopiin yaaa. Maaf ya nambahin.” Ivana memberikan materi kuliah Matematika dasar, dihitung ada 12 lembar, udah bolak balik lagi. 12x42, udah lebih dari 1 rim, belum lagi materi kuliah yang lain yang tadi dikasih sama pj-pj yang lain.

“Ini buat kapan Van?” tanya Ranisa setelah menghitung jumlah kertasnya.

“Jumat aja, Ran. Kan ada tugas buat minggu depannya”

“Jumat? Berarti besok dong?” kata Ranisa dengan ekspresi kaget. Masa semua fotokopian harus diabawa besok, pikirnya.

“iyaah, kenapa? Kok lo kaget gitu?”

“engga papa kok. Yaudah besok gue bawa yaa.”

“makasih ya Raniis.”

“sipsip” dia sekarang mikir, gimana besok dia bawa semua fotokopian ya? Ada tiga rim lebih kalau semuanya digabung.

Kelas hari ini sudah selsesai sampai jam 3. Saat dia mau keluar gerbang kampus. Dia melihat Setya. Oiya ya Setya kayanya rumahnya deket aku deh! Kok aku bisa lupa. Minta tolong aja coba bareng dia.

“SETYAAAA, TUNGUUUU” Ranisa berteriak, memang setya jaraknya agak jauh dengannya. Yang dipanggil diam ditempat dan menengok ke belakang. Ranisa langsung menghampiri Setya.

“Kenapa, Ran?” tanya Setya setelah Ranisa menghampirinya.

“Wait, aku tarik nafas dulu.” Ranisa membungkukkan badannya karena dia habis berlari. Setelah nafasnya mulai teratur dia kembali berdiri. “Rumah kamu dimana Set?”

“Di Perumahan Sumur Batu.”

“SERIUS????”

“iya, emang kenapa? Sambil jalan aja ya ke gerbang”

“Untunglah sama, aku pernah lihat kamu juga satu tj sama aku, tapi kayanya kamu waktu itu kamu ga liat aku ya?” akhirnya mereka ngobrol sambil jalan.

“Pas hari pertama kuliah itu? Akuu liat kamu kok di depan. Tapi abis kamu duduk aku ga liat lagi. Eh, maksudnya gua” karena Ranisa bicara pakai aku-kamu, Setya jadi ga sengaja ikutan kebawa gaya bicara Ranisa.

“Dasar, nanya kek apa kek. Datar banget dah.”

“Yaudah terus lo mau ngepain nanya-nanya dimana rumah gua.?”

“Bantuin aku dong Set. Besok bawa fotokopian banyak. Berat banget. Aku ga sanggup deh kalau bawa sendirian.” Pinta Ranisa dengan muka memelas.

“Emang Rumah lo dimana?”

“Perumahan Sumur batu juga kok! Aku kan juga pernah lihat kamu naik motor pas mau berangkat ke kampus. Tapi aku ga tau rumah kamu yang mana”

“Oh deket. Yaudah mau sekalian pulang bareng?”

“Boleh banget! Naik tj atau kamu bawa motor?”

“Aku bawa motor.”

“Tapi aku kan ga ada helm.”

“ga usah pake helm”

“kalo ada polisi gimana? Nanti kamu ditilang lagi?”

“Engga ada polisi kok?”

“Bener?”

“Iya. Yaudah lo mau bareng ga? Udah sampe motor gua nih?”

“Oiya aku ga nyadar. Cepet banget kamu jalannya, aku jadi ikutan cepet deh.”

“nih pake jaket gua aja.” Setya mengambil jaketnya di jok motor, dan memberikannya ke Ranisa.

“makasih Setyaaa.” Ranisa mengambil jaket tersebut dan memakainya.

Setya lalu mengeluarkan motornya. Setelah dinyalakan, Ranisa naik. “Nih pegang karcis sama ktm gua” kata Setya sambil menyerahkan karcis dan ktmnya. Ranisa lalu mengambil abrang tersebut. Dia melihat foto Setya di ktm ini orang ga ada ekspresinya apa ya, difoto aja mukanya datar. Batin Ranisa.

“Set, sekali-kali senyum napa. Mukanya datar gitu. Gilesan baju aja bergerigi.”

“apa hubungannya muka sama gilesan baju?” tanya Setya sambil menjalankan motornya.

“Gilesan baju masih ada ekspresinya. Muka kamu engga. Di foto aja muka datar.”

“Dasar ga nyambung. Ga ada hubungannya sama sekali.” Setya tersenyum tipis, Ranisa melihatnya dari kaca spion.

“Nah senyum gitu dong. Kan tambah ganteng.” Ranisa mengucungi jempol ke arah depan biar terlihat Setya. Setya yang menyadari spion kirinya mengarah ke Ranisa langsung membetulkannya ke sampai dapat view yang pas.

“Yah kok diubah, kan jadi ga keliatan mukanya Setya.”

“Kasih karcisnya buruan.”

“Ini mas karcisnya.” Ranisa memberikan karcis dat KTM Setya. Mahasiswa di sini parkir motor tidak bayar bila menunjukkan KTM atau kartu perpustakaannya. Setelah mengecek, penjaga parkir memberikan kembali KTMnya. “makasih ya mas,” ucap Ranisa. Penjaga parkir hanya membalas dengan senyum. Lalu Setya menjalankan motornya.


“Setya aku masukin tas kamu yang didepan ya KTMnya.” Yang ditanya diam saja, jadi Ranisa lanjut memasukan KTM Setya ke tasnya.

Ranisa dan Setya -Bersambung-
Day 25
#30DWC

Ranisa dan Setya


Me       : Set, masa di kelas aku ada yang namanya Setya juga.

Sesampainya di rumah dia langsung chat Setya, tapi sudah setengah jam tidak dibalas. Akhirnya Ranisa ke dapur dan makan siang. Sendirian. Beginilah Ranisa sehari-sehari. Aktivitas sendirian. Mungkin dia susah move on dari Setya karena itu salah satunya. Setya udah warnain hari-hari dia.

Setelah makan Ranisa kembali ke kamar, mencoba menulis sesuatu di laptopnya. Setya masih belum membalas chatnya. Memang beberapa hari ini Setya bilang lagi agak padat. Yaudahlah mungkin dia hari ini ga bakal chat lagi. Oiya dia lupa mengabari ayahnya kalau sudah sampai rumah. Dia langsung mengabari ayahnya dan mematikan hpnya. Dia malas berhubungan dengan orang. Malas mengharapkan balasan dari Setya. Lebih baik dia melakukan kegiatan lain biar lupa.

****

Sebulan sudah Ranisa kuliah. Dan sebulan lebih dia tidak bertemu dengan Setya, chatting juga jarang. Setya sepertinya sangat sibuk, dan dia juga mulai sibuk. Tapi Ranisa tidak merasa kesipian, karena dia ada Setya yang lain yang diam-diam selalu dia pikirkan.

Kuliah ada manis ada pahitnya. Manisnya banyak, bisa pake baju bebas sesuka hati, rambut bisa dimodelin gimana aja, belajar biologi pelajaran kesukaan dia, dan yang paling manisa, ada Setya di kelas! Pahitnya begini, saat dia memilih jurusan biologi karena salah satu alesannya biar ga dapet hitung-hitungan, ternyata semseter pertama dia dapet matematika dasar, fisika dasar, dan kimia dasar!

Okelah kimia masih bisa dia inget-inget karan biologi dan kimia cukup berhubungan. Tapi matematika dan kimia???? Ah dia Setya kan jago matematika, minta ajarinlah. Nyicil buat UTS.

Me       : Setyaaaaaa, masih inget matematika sama fisika ga? Masa aku dapet mata kuliah fisika dan matematika dasar:’(
Setya   : wkwkwk, pilih jurusan itu biar menghindari hitung-hintungan malah tetap dapet.
Me       : Setya aku seriuuuuuuusss. Yaaah kata dosen-dosennya sih pelajaran mipa itu saling berhubungan. Ga Cuma fisika sama matematika dasar aja aku dapet.  kimia aku juga dapet tau-_-
Setya   : Yaudah belajarlah
Me       : Ajarin.
Setya   : Belajar sendiri
Me       : Lupa L
Setya   : Yaudah mau kapan?
Me       : YEAAAAAYYYY
Me       : Minggu aja yakk. Kamu yang ke sini atau aku yang ke sana?
Setya   : Oke minggu aku ke sana.
Me       : kok tumben balesnya cepet?
Setya   : iyanih lagi senggang.
Me       : sering-seringlah senggangnya. Ema aja masih bisa bales chat aku.
Setya   : yah dia kan orangnya nyantai, kamu tau sendiri.
Me       : iyasih, kamu belajar lah nyantai kali-kali.
Setya   : hahahah, iya nanti aku cobalah.
Me       : iya harus dicoba. Masa masuk kuliah kamu langsung lupain aku.
Setya   : enggaklah,  aku ga lupa kok. Mau dapet ip bagus aku, mau aktif di hima juga Ran.
Me       : hooo, iya sih aku juga. Tapi kalau disini harus ikut latihan kepemimpinan dulu baru bisa daftar.
Setya   : ikut lah
Me       : ikut kok. Tapi belum mulai, mulainya minggu depan.
Setya   : Sip bagus. Jangan jadi kupu-kupu di kampus. Organisasi bisa buat nambahin di cv nanti.
Me       : Iya aku juga mikir begitu kook.
Setya   : kamu lagi apa?
Me       : Lagi belajar. Tapi inget kamu jago itung2ang jadi mau minta ajarin kamu dulu sebelum aku “sibuk” juga.
Setya   : Anak rajin. Yaudah nanti akhir pekan belajar sama pak guru ya.
Me       : Yes, Sir! Minggu siang jangan lupa yakkk aku tunggu pak guruu
Setya   : Sip aku dateng nanti
Me       : okee pak guru, bai baiiii. aku mau kembali bertugas
Setya   : bertugas dimana?
Me       : Meja belajar, lagi belajar memahami kimia :’)
Setya   : Semangatttt ;)

Ranisa mematikan hpnya kembali. Kalau ga dimatikan dia ga akan fokus belajar. Dia menyimpan hpnya di laci. Lalu kembali belajar. Kemarin lusa dia mendaftar UKM Keolahragaan, dia mau mencoba panahan. Tadinya dia mau masuk pecinta alam, tapi pasti sulit dapat izin ayahnya. Minggu besok udah mulai latihan di keolahragaan, berarti minggu ini harus bener-bener ngerti semua mata kuliah nih biar ga keteteran. Bati Ranisa, lalu dia membuat jadwal untuk kegiatannya sampai minggu ini.


Tiba-tiba dia teringat, kemarin sebelum berangkat dia kaya ngeliat Setya naik motor. Apa rumah Setya deket sini? Tapi dia ga nyapa, jadi ga tau itu Setya atau bukan. Habis dia pendiem juga sih ama cewek di kelas, mau nyapa juga segen. Yaudahlah biarin aja, kalau emang rumahnya di sini nanti juga ketemu lagi.


Ranisa dan Setya -bersambung-
Day 24
#30DWC

Ranisa dan Setya

Setelah acara “nonton dan jalan-jalan” Ranisa dan Setya, mereka masih berhubungan lewat chat. Seminggu sekali juga mereka pergi bersama. Untuk mengisi waktu luang dari pada sepi di rumah, alesannya Ranisa. Setya pun mau-mau aja diajak pergi, dia merasa sulit buat nolak ajakannya Ranisa. Tapi tetap saja walau pun mereka sering jalan bareng. Mereka tetep ga balikan. Prinsipnya Setya masih sama, agar Ranisa menemukan orang yang lebih baik dari pada dia.

Sekarang Ranisa dan Setya sudah mulai kuliah. Minggu-minggu awal kuliah mereka diospek di kampus masing-masing, banyak sekali tugas yang diberikan sehingga mengurangi waktu bertemu mereka. Tetapi mereka tak masalah, masih bisa chat atau sesekali telponan.

Minggu pertama kuliah efektif berjalan, jam pertama dosen tidak masuk. Jadi mereka menggunakan jam tersebut untuk perkenalan diri. Satu per satu teman-temannya memperkenalkan diri, ada yang semangat, ada yang datar, ada yang ngelawak, samapi ada yang namanya....

“Perkenalkan nama saya Setya Nugraha Saputra, bisa dipanggil Setya dari SMAN 200 Jakarta.” Ranisa kaget ada yang namanya Setya. Tenang Ran, nama Setya kan pasaran, jadi wajar aja ada yang namanya sama. Lagi pula itu Cuma nama panggilan kok yang sama. Batin Ranisa. Dia mencoba menenangkan dirinya sendiri karena dia jadi teringat Setya miliknya, yang dulu miliknya.

Ranisa memandangi Setya samapi dia duduk kembali di kursinya, ternyata dia duduk di belakang Ranisa.

“Oy Ran, maju sana perkenalan.” Colek Ivana yang duduk di sebelahnya Ranisa. Mereka sudah sempat berkenalan sebelum kelas dimulai.

“Oh udah aku ya?” ranisa tersadar dari lamunannya. Ivana mengangguk. Ranisa bangkit dari kursinya dan memperkenalkan diri.

“Saya Ranisa Putri Salsabila, panggil aja Ranisa. Saya dari SMA Nusa Bangsa.” Ranisa mengakhiri perkenalannya dengan tersenyum. Dia kembali menuju kursinya, dan tanpa sengaja dia terus memandangi Setya yang duduk persis dibelakangnya, tiba-tiba dia... “aduh”

“Eh Ranisa gapapa?” ucap Saskia, dia membantu Ranisa berdiri.

“Iya gapapa kok, maaf ya aku jadi nyenggol kursi kamu, Sas.”

“makanya jangan bengong mulu, Ran. Kan jadi jatoh.” Kata ivana sambil tersenyum. Dia menolong Ranisa berdiri setelah itu dia maju ke depan, karena giliran dia maju memperkenalkan diri.

“Iyaa iyaa maaf yaaa.” Ucap Ranisa menyesal. Dia langsung menuju kursinya. Duduk dengan muka merah saking malunya.

Setelah perkenalan selesai mereka memilih ketua kelas, karena laki-laki di kelas hanya tujuh orang, ke tujuh-tuhuhnya maju sebagai calon. Setelah melalui voting, ketua yang terpilih adalah Setya. Lalu ada pemilihan bendahara kelas. Karena Setya yang menjadi ketua, entah kenapa Ranisa otomatis mengajukan diri untuk menjadi bendahara.

“Ada yang mau lagi ga jadi bendaharan selain Ranisa? Biar divoting sekalian.” Ujar Setya. Setelah ditunggu dua menit tidak ada yang mengajukan diri.

“Udah Set Ranisa aja gapapa bendaharanya.” Ujar Linda

“yaudah bendahara Ranisa ya. Uang kas perbulan 5ribu aja. Nanti gua tanyain di angkatan ada iuran juga ga.” Tiba-tiba Ranisa sadar, aduh kok gue ngajuin diri sih, kan jadi bendahara ribet. Ah yaudahlah jalanin aja dulu.

“Okee, nanti aku bikin bukunya. Jangan lupa bawa uang ya besoook.” Teriak Ranisa dari kursinya.

Setelah pemilihan bendahara dan ketua kelas mereka mengadakan pemilihan penanggung jawab setiap mata kuliah. Lalu mereka sibuk mencari nomer dosen untuk dihubungi. Ada sebagian yang menulis nama di buku absen tiap mata kuliah. Sisanya bercanda atau bermain hp.

Karena Ranisa bukan penanggung jawab kelas, dia Cuma bengong. Memikirkan Setya. Dia kaget ternyata di sini juga ada Setya. Mungkin karena dia sudah selesai dengan Setya tapi masih menginginkan Setya, dan ketika ada Setya yang baru dia jadi kepikiran. Dia juga bingung dengan perasaannya. Dia hanya jadi deg-degan ketika dekat dengan Setya. Untunglah Setya sekarang sedang ngobrol di belakang dengan anak-anak cowok yang lain.

Setelah jam pertama usai, ternyata dosen yang jam kedua pun belum bisa mengisi kelas. Akhirnya mereka pulang. Ranisa naik Transjakarta tujuannya setelah menunggu 10 menit. Padahal ini sudah jam 10, tapi kok masih rame ya nih tj. Batin Ranisa. Dua pintu yang terbuka, tapi dia masuk lewat pintu tengah. Karena dia merasa lebih aman kalau duduk di bagian khusus wanita. Kalo jalan ama Setya sih gapapa berdiri dimana aja.

Dia berdiri sambil memegang pegangan dari tiang. Tubuhnya tidak terlalu tinggi, jadi dia cepat pegal kalau memegang pegangan di atas. Tubuhnya menghadap belakang bis. Dia kesulitan bergerak, jadi dia pasrah saja posisi seperti itu. Tiba-tiba dia melihat di bis belakang. Itu kan Setya, dia naik tj jurusan ini juga?ah mau panggil, tapi ga enak teriak-teriak di bis. Terus kalau dia ga lihat, kan makin malu. Yaudah deh diemin aja.

Akhirnya dia tidak jadi menyapa Setya. Beberapa halte di depan dia dapat duduk, jadi dia sudah tidak dapat melihat Setya lagi. Saat dia akan turun dia sudah tidak melihat Setya. Ah mungkin Setya udah turun duluan. Setelah turun dari bisa, dia tidak langsung keluar halte. Dia duduk sebentar untuk mengecek hpnya, sekalian mengabari ayahnya kalau dia sudah sampai halte. Kata ayahnya kalau ada apa-apa jadi ayah tau.


Tiba-tiba dia kepikiran lagi, tadi Setya turun dimana ya?


Ranisa dan Setya -bersambung-
Day 23
#30DWC

Ranisa dan Setya

Setelah nonton 2 film dan makan malam, Ranisa dan Setya berputar-putar di daerah Kelapa Gading. Ranisa bilang dia bosan, lagipula dia sudah izin dengan ayahnya akan pulang telat karena pergi dengan Setya. Ayah dan bunda Ranisa sudah mengenal Setya, itulah mengapa mereka mengizinkannya.

“Set, kamu beneran ya mau putus sama aku?” Ranisa yang membuka obrolan. Tadinya mereka hanya saling diam. Ranisa sibuk memandangi jalanan.

“Kan kamu yang kasih aku pilihan maunya gimana. Aku ga mau nyakitin kamu. Kalau kamu udah bilang begitu berarti ada yang salah dari aku.” Jawab Setya sambil tetap fokus menyetir.

“Iya emang kasmu salah. Abis lulus-lulusan kamu cuek banget sama aku. Kamu kan sebelumnya ga pernah cuek.”

“itu perasaan kamu aja kali. Aku ga merasa aku cuek kok sama kamu, tetap kaya biasa aja.”

“kamu yang berbuat tapi kan aku yang ngerasain Set. Kamu ga bisa menyimpulkan atas dasar perasaan kamu sendiri. Apa yang kamu lakuin bisa berbeda artinya di depan orang lain.”

“Yaudah aku minta maaf kalo aku cuek sama kamu, kamu mau kan maafin aku?” Ranisa Cuma diam. Dia sebenarnya sudah memafkaan Setya, bahkan dari sebelum mereka putus. “Ranisaaaaa?”

“Aku udah maafiin kamu kok.” Ranisa masih menerawang ke arah jendela. Dia disini, tapi pikirannya kemana-mana. “Emangnya kamu ga mau kiat kaya dulu Set?” Rania sekarang menatap Setya. Walau pun yang ditatap tetep fokus ke arah depannya.

“Kaya dulu itu gimana? Ini buktinya kita ga berubah kan. Masih sama.”

“kamu ga mau jadian lagi sama aku? Nanti kalau misalnya aku ada yang nembak gimana?”

“aku ga mau bikin kamu terikat, aku mau kamu bebas. Kasihan kamu kalau dikekang terus sama aku.”

“Padahal kan aku ga masalah kalau emang mau terikat sama kamu, orang tuaku juga udah tau kamu kan.”

“Yah kalau ada yang nembak kamu dan kamu suka, kamu terima aja. Mungkin dia emang lebih baik dari aku. Aku Cuma mau kamu dapet yang terbaik Ranisa.” Setya mencubit pipi Ranisa denga gemas. Pipi Ranisa memang temabam, mukanya jadi sangat bulat dengan rambut yang panjang yang berponi. Itu membuat Ranisa sangat lucu bagi Setya.

“Ah siapa juga sih yang mau sama aku Set. Kita jadian aja kan aku yang suka duluan.” Ranisa cemberut, dia kekeh mau balikan. Tapi Setya ternyata ga peka, atau dia emang lagi mau bebas?

“Awas itu maju-maju bibirnya jatuh nanti.”

“Aku rasa kayanya kamu yang bakal jadian duluan deh, Set. Kamu kan supel ama cewek. Pas kelas satu aja sebelum sama aku, mantan kamu udah 3. Untung aku kuat yah,”

“Kamu kan tau mereka itu kayanya sama aku juga terpaksa,” Setya tersenyum pahit. Dia emang ga bisa dibilang ganteng. Dia juga gendut, tapi dia orangnya sangat supel.

“Hemm, tappi tetap aja kan kamu punya perasaan ke mereka. Pas kamu nembak aku juga ga seromantis kamu nembak Nadya lagi. Atau ga seheboh kamu sama Rizka.”

“Jadi ceritanya kamu cemburu? Kamu lupa pas aku nembak kamu di UKS semua anak-anak sampe menuhin ke UKS. Sampe liat-liat dari jendela lagi udah kaya lagi ada apaan. Itu heboh loh. Terus kamu nerima aku mereka semua pada teriak-teriak kaya jagoannya gol-in bola.”

“Aku berani taruhan kamu sama aku nanti kamu duluan yang dapet pasangan, Set!”

“Ga boleh taruhan.”

“Biarin. Ayo kalau kamu duluan yang jadian kamu harus teraktir aku Pizza dua loyang besar dan teraktir aku nonton 4x!”

“kenapa harus 4x?”

“soalnya aku pacar kamu yang keempat di SMA.”

“Terus kalau kamu duluan?”

“Aku pesenin kamu majalah kereta api setahun! Plus nonton 2x.”

“Oke deal!”

“Sip, ayo jabat tangan” ranisa mengulurkan tangannya, dan disambut uluran tangan balik dari Setya. Akhirnya mereka taruhan siapa yang jadian duluan nanti. “Ini mah udah pasti aku yang menang. Tinggal tunggu aja beberapa bulan lagi.”

“Kayanya kamu yang bakal menang. Mana ada sih yang ga suka sama cewek semanis kamu.” Setya mencubit pipi ranisa dengan keras.

“Aww, sakit tau Set. Jangan kenceng-kenceng napa.” Kata Ranisa sambil mengusap pipinya setelah dicubit oleh Setya.

“Biarin. Lagian kamu ngegemesin” sahut Setya. “Yaudah terus kita mau kemana lagi nih?”

“Puter lagi aja Set. Lewat tol lah biar enak pemandangannya. Udah malem juga kan jadi ga macet.”


“Siap Princess. Kita berangkat”


Ranisa dan Setya -bersambung-
Day 22
#30DWC